Kebahagiaan adalah
tujuan yang diharapkan setiap orang, baik dalam konteks kehidupan duniawi
maupun di alam keabadian. Dalam lintasan sejarah, konsep kebahagiaan telah
menjadi perhatian utama para filsuf dari Aristoteles dengan
"eudaimonia"-nya hingga para pemikir modern yang menyoroti hubungan
kebahagiaan dengan kesejahteraan subjektif dan kesehatan mental. Pada tataran
fundamental, segala bentuk aktivitas manusia – baik itu mengejar kekayaan,
meraih posisi sosial, meniti popularitas, mengeksplorasi petualangan, mendalami
hasrat pribadi, bahkan melalui aktivitas intelektual seperti membaca atau
tindakan ekstrem seperti berperang – semuanya dapat dilihat sebagai usaha untuk
meraih kebahagiaan.
Namun, hakikat
kebahagiaan itu sendiri sering kali luput dari perhatian, sebagian besar orang karena
kebahagiaan sering disalahartikan sebagai akumulasi kesuksesan material atau
pencapaian eksternal semata, bukan sebagai kondisi internal yang bersifat
subjektif. Jika ditelaah secara mendalam, kebahagiaan merupakan fenomena
psikologis yang berkaitan dengan pengalaman subjektif atas kesenangan. Pemain
sepak bola merasakan kebahagiaan ketika mencetak gol, musisi menemukan
kebahagiaan dalam riuh tepuk tangan penonton, dan orang lainnya merasakan
kebahagiaan melalui beragam pengalaman, seperti menerima hadiah, memperoleh
wawasan baru, menjalin hubungan romantis, atau menikmati keharmonisan hidup berkeluarga.
Meski kebahagiaan
tampak sebagai sesuatu yang sederhana, kenyataannya banyak orang menghabiskan
hidup dalam pencarian tanpa akhir untuk mencapainya. Seorang pakar menunjukkan
bahwa kebahagiaan hanya sekitar 10% dipengaruhi oleh keadaan eksternal,
sementara sebagian besar ditentukan oleh faktor internal dan genetika. Hal ini
sering kali disebabkan oleh kesalahpahaman mendasar memperlakukan sarana
sebagai tujuan. Bahwa pekerjaan seharusnya alat untuk mendukung kebahagiaan,
bukan tujuan yang berdiri sendiri.
Ironisnya, orang
sering kali memboroskan energi dan waktu untuk mengejar kebahagiaan yang tampak
jauh dari jangkauan, padahal kebahagiaan sejati sering kali hadir dalam hal-hal
sederhana. Teori mindfulness, misalnya, menekankan pentingnya hadir dalam momen
kini sebagai kunci untuk menemukan kebahagiaan yang autentik. Sebagai
ilustrasi, seorang petani yang berhasil memanen ladangnya dapat merasakan
kebahagiaan yang setara dengan seorang konglomerat yang mendapatkan kontrak
bernilai miliaran. Demikian pula, kebahagiaan seorang santri yang mendalami dan
khusyu beribadah dapat disejajarkan dengan kegembiraan seorang atlet yang
memenangkan kejuaraan.
Dari perspektif
ini, menjadi penting bagi kita untuk mengadopsi pendekatan yang lebih sederhana
dalam memahami dan mengejar kebahagiaan. Dengan menyederhanakan definisi
kebahagiaan, kita dapat melepaskan diri dari ilusi bahwa kebahagiaan hanya
dapat dicapai melalui pencapaian besar atau perjalanan panjang. Pendekatan ini
selaras dengan prinsip-prinsip psikologi positif yang menyoroti pentingnya rasa
syukur dan apresiasi terhadap hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya, kita diajak untuk menghargai momen-momen kecil yang memberi makna
pada kehidupan. Kebahagiaan, pada akhirnya, tidak terletak di ujung pencapaian,
melainkan hadir dalam langkah-langkah kecil yang membentuk perjalanan kita
setiap hari.
0 comments :
Post a Comment